KEPALA DP3APM : PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR MERUPAKAN PELANGGARAN TERHADAP HAK ANAK
Kepala DP3APM, Dra. Sri Wahyuni, M.Si mengatakan perkawinan anak dibawah umur merupakan pelanggaran hak-hak bagi anak perempuan dan laki-laki, karena anak-anak rentan kehilangan hak pendidikan, kesehatan, gizi, perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan tercabut dari kebahagiaan masa anak-anak.
Hal ini disampaikan Kepala DP3APM Kota Tebing Tinggi, Dra. Sri Wahyuni, M.Si dihadapan tenaga pendidik serta siswa/siswi SMP dalam arahannya saat memberikan sosialisasi Pencegahan Perkawinan Anak yang digelar oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM), Jumat (11/8/2023) di aula DP3APM.
“Konsekuensi yang lebih buruk yang kemungkinan dialami oleh anak perempuan diantaranya, kehilangan kasih sayang sebagai anak, berisiko mengalami kekerasan dan perlakuan salah, meningkatnya ketergantungan ekonomi untuk menopang kehidupannya, kehilangan hak untuk menentukan dalam berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menghadapi kehidupan rumah tangga yang tidak berkualitas, rentan mengalami diskriminasi serta status sosial yang rendah,” jelas Kepala DP3APM.
Selain itu, anak perempuan sering kali rentan mengalami diskriminasi gender, pelanggaran terhadap hak-haknya sebagai anak perempuan, rentan mengalami kekerasan selama dalam perkawinan, tingginya kematian bayi dan ibu melahirkan. Pengantin anak memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.
“Perkawinan usia anak juga memiliki dampak antar generasi. Bayi yang dilahirkan oleh anak perempuan yang menikah pada usia anak memiliki resiko kematian lebih tinggi, dan kemungkinannya dua kali lebih besar untuk meninggal sebelum usia 1 tahun dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusia dua puluh tahunan. Bayi yang dilahirkan oleh pengantin anak juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk lahir prematur, dengan berat badan lahir rendah, dan kekurangan gizi,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kota Tebing Tinggi,Tagor Mulia Siregar, S.Sos I selaku narasumber
dalam sosialisasi tersebut mengatakan perkawinan anak atau di bawah umur salah satu faktor yang menyumbang angka stunting.
“Pada anak yang mengalami proses kehamilan, akan terjadi persaingan nutrisi dengan janin yang dikandungnya, sehingga berat badan ibu hamil seringkali sulit naik, dapat disertai dengan anemia karena defisiensi nutrisi, serta beresiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang berujung pada stunting,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakannya, pencegahan perkawinan anak dibawah umur, diperlukan dukungan 3 (tiga) pilar pembangunan yaitu pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha serta peran media, sehingga dapat mewujudkan generasi emas yang berkualitas di tahun 2045.